
Mendung. Pagi itu, mendung memayungi Kota Roma. Apakah akan turun hujan? Itu pertanyaan yang ada di hati ketika memasuki Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Orang sering mengatakan, mendung berarti akan turun hujan. Tapi, orang juga mengatakan, mendung tidak berarti hujan akan turun.
Begitulah. Mendung adalah bagian dari siklus kehidupan yang tak terhindarkan. Kalaupun hujan turun, itu memang sudah lumrahnya demikian. Tetapi, kalau pun hujan tidak turun juga, meski mendung, itu tidak berarti bahwa ada sesuatu yang salah. Tidak! Alam punya aturan sendiri.
Meski pagi itu mendung menutupi langit, tapi ternyata tidak mampu mecegah ribuan pasang kaki melangkah ke Lapangan Santo Petrus. Mendung tak kuasa menutupi semangat ribuan umat, peziarah untuk mengikuti Misa Minggu Palma. Menurut perkiraan sekitar 60.000 umat hadir ikut Misa Minggu Palma, seperti tahun 2024.
Tapi, kemungkinan lebih banyak. Sebab, tahun ini adalah Tahun Yubileum. Maka boleh jadi yang hadir di Lapangan Santo Petrus lebih banyak. Karena, ada begitu banyak peziarah Yubileum dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Kapasitas Lapangan Santo Petrus adalah 80.000 orang. Dan, pagi itu, ketika mendung menutupi langit Roma….Lapangan Santo Petrus yang kaya sejarah itu, hanya tersisa sedikit yang kosong.
Mendung tidak pernah bisa menyembunyikan harapan….
***

Dominica Palmarum, Minggu Palma bagi umat Katolik adalah perayaan penting yakni untuk merayakan Yesus memasuki kota Yerusalem dengan jaya! Hosanna filio David: benedictus qui venit in nomine Domini. Rex Israel: Hosanna in excelsis. Hosanna Putra Daud. Terpujilah yang datang dalam nama Tuhan. Raja Israel: Hosanna sembah sujud.
Minggu Palma menjadi tanda dimulainya Pekan Suci, yaitu pekan yang penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan. Dan, dipuncaki dengan kebangkitan Yesus dari mati.
Kalau hari Minggu kemarin adalah Dominica Palmarum, Minggu Palma, mengapa di beberapa tempat di Lapangan Santo Petrus, ada tumpukan ranting zaitun masih lengkap dengan daunnya. Bukan daun palma!
Menurut cerita, dua-ribu tahun lalu, Yesus datang dari Bukit Zaitun, ketika masuk ke Yerusalem. Maka, sangatlah mungkin bahwa orang-orang yang elu-elukan Yesus masuk ke Yerusalem membawa ranting-ranting zaitun, juga dedaunan yang lain. Itulah sebabnya, hari Minggu Palma, Minggu Palem biasa juga disebut Dominica Florida, Minggu Bunga-bunga. Sebab, barangkali dahulu orang menyambut Yesus yang masuk ke Yerusalem dengan bunga.
Bahkan, di Negara-negara Eropa Utara yang tidak memiliki jenis tumbuhan palma, mereka menggunakan bunga pussy- willow. Tapi tetap tidak disebut Willow Sunday. Sebab, di negara-negara itu, pussy-willow adalah yang pertama berbunga di musim semi, saat Pekan Paskah tiba.
***

Dalam budaya Timur Tengah, Yunani, Romawi, dan juga dalam Kekristenan, daun palem dan ranting zaitun kaya makna. Keduanya adalah simbol damai, perdamaian, rekonsiliasi. Dalam Kekristenan, misalnya, dikatakan daun palem adalah daun yang dibawa oleh orang-orang yang telah melewati dan mengalahkan segala cobaan dan kesulitan hidup, serta tampil sebagai pemenang.
Menurut cerita dan gambar-gambar yang ada, dahulu para pemenang Olimpiade Yunani Kuno dimahkotai karangan ranting zaitun. Bangsa Romawi juga memasukkan ranting zaitun ke dalam tradisi mereka. Para panglima dan kaisar yang menang perang dimahkotai karangan ranting zaitun.
Karangan ranting zaitun itu melambangkan kemenangan dan pemulihan perdamaian. Ranting zaitun biasanya dibawa oleh utusan kekaisaran Romawi untuk mewartakan damai. Hubungan historis ini meletakkan dasar bagi simbolisme abadi cabang zaitun.
Pohon zaitun ditampilkan dalam beberapa mitos Yunani. Dalam salah satu mitos, dewi Athena menjadi pelindung wilayah Attica setelah menanam pohon zaitun di Attica sebagai simbol perdamaian dan kemakmuran (The Week).
Budaya Mediterania Kuno lainnya menggunakan cabang zaitun sebagai metafora untuk perdamaian. Pax, dewi perdamaian Romawi, sering digambarkan memegang cabang zaitun.
Tetapi, jauh sebelum orang-orang Yunani kuno menggunakan ranting zaitun sebagai simbol perdamaian dan kemenangan, Alkitab menulis bahwa burung merpati membawa ranting zaitun ke bahtera sebagai pesan bahwa Banjir Besar telah berakhir (chabad.org).
Inilah yang terjadi: Setelah Banjir Besar, Nuh melepaskan burung-burung dari bahtera untuk melihat apakah air telah surut. Pertama-tama ia melepaskan seekor burung gagak. Tetapi, burung itu tidak menemukan tempat untuk beristirahat karena bumi dan pepohonan masih tertutup air dan kembali ke bahtera. Kemudian Nuh melepaskan seekor burung merpati, tetapi burung itu juga kembali. Kemudian, pada hari ke-301 Banjir Besar, Nuh melepaskan burung merpati sekali lagi.
Burung merpati itu terbang sepanjang hari. Kemudian, “burung merpati itu datang kepadanya pada waktu petang. Dan lihatlah, di paruhnya ada sehelai daun zaitun yang dipetiknya. Dengan itu, Nuh tahu bahwa air telah surut dari bumi.”
Maka, ranting zaitun biasanya merupakan simbol kedamaian, keharmonisan, dan harapan (symbolsproject.eu). Merpati dan cabang zaitun digunakan sebagai simbol perdamaian.
Dalam Kekristenan, ranting zaitun dan daun palma biasanya ditampilkan bersama dengan burung merpati. Burung merpati melambangkan Roh Kudus. Kadangkala burung merpati ditampilkan membawa ranting zaitun atau daun palem dengan paruhnya. Inilah lambang Roh Kudus yang membawa damai.
Yesus adalah “Raja Damai” dan “damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya.” Maka, pada saat Minggu Palem, umat membawa daun palem atau ranting zaitun, sebagai perlambang ungkapan menyambut “Raja Damai” yang naik seekor keledai. Keledai adalah lambang damai.
***

“Ulurkan ranting zaitun.” Ini adalah frasa yang memiliki sejarah panjang, yang dimulai sejak Yunani Kuno dan Mesir Kuno. Jika seseorang mengulurkan ranting zaitun, mereka mencari perdamaian, bukan perang.
Maka, PBB pun yang berkomitmen untuk memelihara perdamaian dunia menggunakan ranting zaitun sebagai simbol perdamaian. Bendera PBB berlatar biru, di tengahnya ada gambar lingkaran-lingkaran dan peta dunia, yang diapit ranting zaitun.
Itulah sebabnya, pemimpin PLO, Yasser Arafat, saat pidato di Sidang Majelis Umum PBB, tahun 1974 dengan lantang meski suara agak serak mengatakan, “Saya datang membawa ranting zaitun dan senjata pejuang kemerdekaan. Jangan biarkan ranting zaitun itu jatuh dari tangan saya.”
Tapi, perdamaian itu hingga kini, belum terwujud di Palestina. Bahkan sebaliknya: perang seperti tak pernah kehabisan peluru dan mesiu. Titik-titik perdamaian, belum kelihatan. Mendung hitam menyelimuti langit Palestina. Sinar Matahari perdamaian pun tak kuasa menembus mendung hitam.
Tetapi, ketika ranting-ranting zaitun, palem, dan janur kuning–warna kuning
bermakna sabda dadi yang berarti berharap semua keinginan dan harapan dari hati atau jiwa bersih dan tulus akan terwujud–diangkat ke langit yang mendung, saat prosesi Minggu Palem berlangsung di Lapangan Santo Petrus, Vatikan….suasana damai menguasai lapangan yang kaya akan sejarah itu.
Semoga kedamaian, rasa damai juga keluar menembus tembok Vatikan. Tetapi, kedamaian itu hanya akan ada bila kita semua peduli pada sesama; bila tidak memikirkan diri sendiri, tidak mengutamakan kelompoknya sendiri, golongannya sendiri. Melainkan peduli pada sesama. Siapapun mereka, seperti yang dikatakan Paus Fransiskus dalam khotbahnya yang dibacakan Kardinal Leonardo Sandri, asal Argentina:
….kita mengulurkan tangan kita kepada mereka yang menderita, mengangkat mereka yang jatuh, memeluk mereka yang putus asa…..yang kita temui sepanjang jalan….***
Foto-foto lain:
Foto-foto di atas mengingatkan saya akan pengalaman saya selama beberapa tahun tinggal di kota Roma. Sangat menyentuh sekali bagaimana ekspresi umat yang datang dari pelbagai penjuru dunia sambil membawa daun palma, ranting Zaitun, bunga-bunga dsb untuk menyambut Sang Raja Damai.
Sayang bahwa di tempat asal-usul Sang Raja Damai itu sampai sekarang belum ada kedamaian. Kita perlu berdoa keras agar terjadi perdamaian.
Terimakasih banyak Mas Trias.
Terima kasih Dab, foto foto pandangan mata dan uraian Minggu Palmanya . . .
Sangat mencerahkan dan bermanfaat. Ranting Zaitun dan pohon Palma yg penuh makna. Pencerahan dan membanggakan.
Beberapa hari lalu ketemu sahabat smp saya, mereka berdua cerita….akhir tahun ada rencana ke Roma….membaca Artikel dan foto yg ada dalam artikel …sudah lama banget berharap bisa ke Roma …ada” rindu yg sangat kuat “ …Minggu ini bagian pembelajaran yang sangat menarik …sejauh mana “ aku” bisa mengulurkan tangan bagi orang yang membutuhkan …Matur nuwun Yang Mulia, Berkah Dalem
Terimakasih Mas Trias share suasana Minggu Palma di Vatican.
Bersyukur Paus Fransiskus sdh sehat dan ikut serta dlm Misa Minggu Palma. Foto2nya sangat memorable.
Wah…Puji Tuhan abangku Mas Dubes. Luar biasa dan makin meneguhkan pemahaman sya ttg Daun Palma dan jenis lain spt Eropa Utara tadi. Apapun nama dn jenis daunnya, bagi kita ada tiga simbol utama. Pertama, keledai binatang yg tdk galak ttpi sangat setia pd tuannya. Kedua, daun palma atau lain jadi simnol kesegaran, kedamaian, inspirasi baru serta berani. Mengapa berani? sy bayangkan masuk kota Yerusalem adalah memasuki puncak “konflik” perjalanan Yesus, daun seakan bendera siap menerima kenyataan terburuk dlm diri Yesus dan pengiiutNya. Ketiga, para pengiring perjalanan Yesus. Ada rakyat yg tulus, ada pejabat yg mencari2 kesalahan Yesus. Ada yg katakan bhw di hari Palma rakyat berteriak “hosanna” ttpi di hari pengadilan (Jumat Agung) semua kompak berseru “Salibkanlah Dia!” Bagi saya, rakyat bukan pembohong atau manipulasi. Perilaku mereka di dua peristiwa itu menunjukkan bahwa “kekuasaan mengendalikan kebenaran, rakyat jadi “alat” bagi kepentingan pejabat dan, tokoh agama dan penguasa politik. Rakyat saat arakan Palma adalah asli diri dan iman mereka, sedang Jumat Agung mrk jadi “alat pembenar” kekuasaan menindas para tokoh agama, raja Herodes bahkan Pilatus, wakil kekuasaan Roma. Makasih Bang Ttyas, pemikiran bagus utk refleksi Pekan Paskah.
Matur suwun Mas artikel minggu Palma nya dari kota Abadi Roma lengkap dengan foto fotonya . ……sehingga saya bisa membayangkan datang bersama ribuan peziarah itu kesana di tahun Yubilium ini ….Berkah Dalem
Pak Dubes.
Terima kasih… tulisan yg selalu aktual dg keadaan dunua yg.mendambakan perdamaian… yg terjadi ironi… si vis pacem para bellum..