MENUNGGU “HAT TRICK”

Foto: Repro Kompas

Kemarin, saya ngobrol dengan Om Yesayas Octavianus. Entah mengapa, sejak dulu saya memanggilnya, Om. Dia nyaman dengan panggilan itu. Saya, senang.

Ia aktif sebagai wartawan  33 tahun, dan 30 tahun di antaranya sebagai wartawan olah raga khususnya cabang sepak-bola. Maka obrolan kami pun berkisar soal dunia sepak-bola dan bernostalgia mengenang masa lalu ketika masih sama-sama main bola.

Dalam obrolan itulah muncul kata “hat trick.”  Hat trick adalah salah satu istilah dalam olahraga, khususnya pemain sepak bola. Yakni,  mencetak tiga gol dalam satu pertandingan dilakukan oleh seorang pemain.

Misalnya, Cristiano Ronaldo hingga kini sudah mencetak  60 hat tricks; sementara Lionel Messi, 56 kali. Beberapa hari lalu, Kylian Mbappé, pemain Paris Saint-Germain, mencetak hat trick saat timnya melawan Lille.

***

Foto: Kompas.com

Tetapi, ternyata, istilah hat trick yang mula pertama digunakan dalam olah raga cricket,  kini tidak hanya berlaku dalam dunia olah raga, tetapi juga dalam bidang lain. Misalnya, dalam bidang politik.

Keberhasilan seorang anggota DPR, misalnya, tiga kali berturut-turut mempertahankan kursinya adalah sebuah hat trick. Ini hat trick dalam karir politik.

Hat trick dalam karir politik pernah dibuat Margaret Thatcher, sebagai perdana menteri Inggris. Kemenangan pertama diraih Thatcher pada Pemilu 1979, lalu kedua pada Pemilu 1983, dan ketiga pada Pemilu 12 Juni 1987 (Nile Gardiner, Stephen Thompson, 2013).

Karena itu, pada kongres Partai Konservatif pada 2008, Thatcher dinobatkan sebagai pemimpin “Partai Konservatif terbesar sepanjang masa.” Ia mengungguli Winston Churchill, Edmund Burke, Lord Salisbury, dan Benjamin Disraeli.

***

Presiden Jokowi (Foto:Antara)

Di Indonesia, setelah reformasi 1998, belum ada partai politik yang mencatat hat trick,

memenangi tiga kali berturut-turut pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres). Pada Pemilu 2004 yang mengantar SBY menjadi presiden, Partai Demokrat hanya mampu meraih 57 dari total 550 kursi DPR menempati urutan keempat. Tiga besar waktu itu: Golkar, PDIP, dan PPP.

Baru pada Pemilu 2009, Partai Demokrat menempati peringkat pertama, dengan merebut 150 kursi. SBY jadi presiden lagi. Golkar dan PDIP, saat itu menduduki peringkat kedua dan ketiga.

Tetapi, pada Pemilu 2014, perolehan suara Partai Demokrat terjun bebas. Partai ini hanya mampu meraih 61 kursi. Peringkat pertama diduduki PDIP yang meraih 23,67 juta suara (18,96 persen) dari total 124,88 juta; menempatkan 109 wakilnya di DPR RI.

Lima tahun kemudian, Pemilu 2019, lagi-lagi PDIP menang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), PDIP berhasil meraih 27,05 27.053.961 suara (19,33 persen) pada Pileg 2019  dari total 139,77 juta suara sah nasional pada pemilu 2019. PDIP menguasai 128 kursi di DPR RI.

PDIP tidak hanya secara berturut-turut memenangi pemilu legislatif, tetapi juga pilpres. Sehingga, menempatkan petugas partainya–Joko Widodo (Jokowi)–sebagai presiden: dua kali masa jabatan.

***

Foto: Tribunnews.com

Apakah pada Pemilu 2024 mendatang, PDIP bisa membuat hat trick: memenangi pileg  dan pilpres? Tentu, pertanyaan itu berkait dengan apakah target PDIP pada pemilu mendatang? Mereka pasti ingin sekali bisa membuat hat trick; dan karena itu akan berjuang keras.

Berbagai survei elektabilitas partai, memang menempatkan PDIP pada posisi teratas. PDIP adalah satu-satunya parpol yang mencukupi 20 persen presidential threshold. Selain itu, PDIP juga merupakan parpol yang relatif sepi dari dinamika internal, berbeda dengan partai lain.

Namun untuk pilpres, misalnya, hingga kini PDIP belum menentukan siapa yang akan dicalonkan; sementara partai lain, Gerindra yang berkoalisi dengan PKB, misalnya, sudah memutuskan mencalonkan kembali, untuk ketiga kalinya, Prabowo Subianto, ketua umumnya.

Mega adalah satu-satunya yang berhak memilih capres usungan PDIP. AD/ART PDIP jelas memberikan hak penuh, hak prerogatif kepada Ketua Umum untuk menentukan siapa yang akan dicalonkan sebagai paslon presiden.

Ibarat sepak bola, kini bola ada di Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, kepada siapa bola akan dioper. Kepada siapa ia akan memberikan assist? Tentu kepada “pemainnya” yang diyakini akan mampu membuat gol.

Beberapa waktu lalu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, sejumlah kadernya layak untuk diusung sebagai peserta di Pilpres 2024. Mereka, antara lain Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Sosial Tri Rismaharini serta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Harus diakui memang, PDIP memiliki stock calon lebih banyak dibanding partai lain.

Ada banyak faktor yang kiranya akan memengaruhi Megawati memutuskan untuk memberikan assist pada salah satu “pemainnya” atau “penyerangnya,” atau “rekan setimnya.”

Kata Megawati dibutuhkan kerja sama antarpartai politik untuk membangun Indonesia ke depan. Ini bisa dibaca sebagai isyarat bahwa PDIP membuka tangan untuk berkoalisi (beberapa hari lalu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menemui Ketua DPP Partai NasDem Surya Paloh dalam rangka penjajakan kerja sama menuju Pemilu 2024; yang akan disusul ketemu Ketum partai lainnya)

Kiranya, situasi internal partai koalisi (Gerindara dan PKB; Koalisi KIB: Golkar, PAN , dan PPP) akan memengarui kepada siapa bola itu akan dioper oleh Megawati. Ini bisa menjadi faktor pertama.

Sampai saat ini, proses pembentukan koalisi belum selesai. Masih mungkin ada yang bergabung dengan Gerindra dan PKB; demikian juga terbuka peluang anggota KIB bertambah; NasDem juga masih cari teman; ke mana Demokrat berlabuh, juga PKS?

Kandidat dari koalisi lain, bisa jadi faktor kedua. Siapa pesaing yang akan dihadapi. Saat ini, yang pasti baru satu: Prabowo. Yang lain, baru sebatas disebut-sebut, termasuk disebut-sebut dalam survei elektabilitas, belum ada partai  yang secara resmi mencalonkannya.

Faktor ketiga, target PDIP dalam pilpres. Kalau ingin membuat hat trick, tentu akan mencalonkan yang benar-benar bisa diterima rakyat calon pemilih; salah satu cara mengetahuinya lewat jajak pendapat. Artinya hitungannya lebih rumit, penuh kehati-hatian dibanding targetnya cukup wakil presiden. Bila targetnya cukup wakil presiden, berarti tak akan membuat hat trick dalam pilpres. Pertanyaannya adalah, “Apa iya, PDIP yang sudah dua kali memenangi pilpres akan melepas peluang yang ketiga?”

Faktor keempat, kiranya Megawati yang nasionalis tulen akan–seperti sebelumnya ketika mencalonkan Jokowi pada Pemilu 2014–lebih pragmatis, realistis, dan memertimbangkan kepentingan nasional, kepentingan negara-bangsa ketimbang kepentingan-kepentingan lain.

Yang terakhir, faktor kelima, bagaimana pandangan publik calon pemilih. Maka sangat wajar, kalau hingga saat ini PDIP belum memutuskan akan mencalonkan siapa. Sebab, masih harus melihat dan mendengarkan dengan saksama pandangan publik, arah angin calon pemilih bertiup kepada siapa.

Salah memberikan assist ke “pemain” yang kurang memiliki skill tinggi untuk membuat gol meski sudah berdiri di depan gawang, akan melahirkan penyesalan. Sebab,  setelah dua kemenangan pemilu, PDIP tentu  memiliki harapan tinggi untuk mencetak hat trick.

***

Foto: Kompas.com

Jadi kepada siapa assist akan diberikan, Om? “Tentu pada ‘Messi’ PDIP yang akan sangat indah mencetak gol,” kata Om Yesayas lalu tertawa lepas. Saya pun ikut tertawa…..

Tapi, Om…bola itu bulat. Dan, kata orang, dalam politik itu tidak dua kali dua sama dengan empat…terserah Om mau nulis berapa…***

Bagaimana menurut Anda artikel ini
+1
0
+1
1
+1
26
+1
2
Kredensial