KATA PAK RUDY

    FX Hadi Rudyatmo (Foto: Kompas Regional)

Tulisan ini saya mulai dengan mengutip pendapat Hannah Arendt (1906-1975), tentang politik. Hannah Arendt adalah seorang filsuf politik kondang  Jerman yang pindah ke AS.

Kata ahli politik paling berpengaruh pada abad ke-20 ini, politik adalah seni untuk mengabdikan diri manusia dengan menjamin kebebasan setiap individu dan mengupayakan kesejahteraan bersama.

Dalam bahasa lain,  politik dirumuskan sebagai seni mengabdikan diri untuk mewujudkan bonum commune, kemaslahatan bersama. Inilah menurut para ahli politik yang disebut sebagai “misi suci” politik.

Bila tujuan politik itu untuk mewujudkan “kesejahteraan bersama” dalam arti yang seluas-luasnya–mulai dari kesejahteraan ekonomi hingga kesejahteraan politik, dari kesejahteraan sosial hingga budaya–maka itu berarti menyingkirkan kesejahteraan diri, keluarga, dan kelompok maupun golongan. Yang diutamakan adalah kesejahteraan bersama!

Kata Haryatmoko (2003), itulah kiranya yang dalam filsafat politik disebut sebagai political virtue. Dalam berpolitik moral tidak boleh dilupakan. Sebab, urusan politik sejatinya urusan moral.

Karena itu, dalam dunia politik muncul istilah-istilah yang berkaitan dengan moral. Misalnya, kesetiaan, integritas, loyalitas, dedikasi atau pengkhianatan. Hanya dalam praktiknya, tidak jarang hal tersebut ditinggalkan, sehingga memunculkan istilah “politik pohon pisang”, punya jantung tak punya hati.

***

Ilustrasi gambar: Istimewa

Padahal, kata Raghavan Narasimhan Iyer (1930-1995) filsuf dan ahli politik dari India, politik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia: dari perhatian manusia, pertimbangan moral, kehidupan beragama dan sekuler, cara hidup, mitos, mimpi, mimpi buruk; dari isu-isu fundamental, tema dan nilai transenden; dan dari perbedaan antara benar dan salah, baik dan jahat, kesenangan dan kesakitan, kebebasan dan tirani, egoisme dan altruisme.

Dengan demikian, politik tidak semata-mata berkaitan atau berurusan atau bermuara pada kekuasaan, seperti pengertian dan pemahaman banyak orang yang berpolitik semata-mata untuk mendapatkan kekuasaan. Tetapi, politik berkait sangat erat dengan moralitas, impian, harapan, dan ketakutan manusia, bahkan juga menyangkut cara hidup manusia.

Cara hidup yang bagaimana? Cara hidup yang jujur, yang peduli pada sesama sekalipun berbeda: entah itu haluan politik, ideologi, agama, suku, etnis, ras, kelompok,  golongan, maupun beragam perbedaan lainnya.

Selain itu, juga cara hidup yang tidak selalu memandang orang lain, pihak lain yang berbeda, yang tidak sehaluan sebagai musuh, sebagai bukan kelompoknya. Dan karena itu selalu dipandang dengan penuh kecurigaan, negatif, tidak baik, dan berburuk sangka.

Bila para pelaku politik, politikus mampu mengabdikan dirinya untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dalam arti yang seluas-luasnya, maka ia (mereka) akan dikenang oleh sesama warga negara dan dicatat sejarah karena jasa-jasa dan prestasinya dalam membangun kehidupan bersama.

Kata Arendt (Haryatmoko, 2003), jasa dan prestasi itu menandai kepedulian terhadap kehidupan bersama yang memberi bobot identitas politikus. Kepedulian menciptakan habitat hidup bersama adalah saat otentik untuk membuktikan diri sebagai negarawan.

***

Ilustrasi gambar: Istimewa

Sampai di sini, saya lalu ingat yang dikatakan mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, kemarin. Pak Rudy yang juga ketua DPC PDIP Solo mengatakan:

Ketua umum saya itu, ketua umum yang arif dan bijaksana. Mendahulukan kepentingan negara dan bangsa daripada kepentingan diri sendiri maupun kelompok.

Itulah politik sebagai bonum commune. Itulah politik sebagai seni mengabdikan diri untuk kepentingan bersama. Itulah politik yang mencintai masa depan negeri dan bangsanya seperti mencintai ibunya sendiri.

Begitu nggih, Pak Rudy….

Bagaimana menurut Anda artikel ini
+1
0
+1
0
+1
38
+1
11
Kredensial