DI UJUNG TEROWONGAN

Seringkali, terowongan digambarkan sebagai tempat  yang  gelap gulita. Menakutkan. Membuat hati mengecil. Menghilangkan harapan. Maka kerap dikatakan, tetap tegakkan kepalamu. Terus berjuang. Sebab, selalu ada cahaya di ujung terowongan, dan perjuanganmu hanya akan membuatmu lebih baik pada akhirnya.

Harapan itulah yang muncul dan memenuhi benak dan hati semua orang hadir di kompleks Masjid Istiqlal, dalam dialog antar iman  yang dihadiri Paus Fransiskus. Kata Paus saat berada di mulut Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan kompleks Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, “Tugas kita, membantu semua orang melewati trowongan menuju terang.”

Paus meneken Deklarasi Istiqlal bersama Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar. Deklarasi itu disepakati dalam kunjungan Paus Fransiskus ke Terowongan Masjid Istiqlal-Gereja Katedral pada Kamis, 5 September 2024, yang sebelumnya dibacakan para pemuka agama.

Terowongan Silaturahmi adalah lorong bawah tanah sepanjang 28,3 meter yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2020 lalu sebagai simbol kerukunan beragama di Indonesia. Terowongan ini juga diberi nama “Wot Hati” yang merupakan bahasa Jawa dan berarti “Jembatan Hati”.

Simbol yang bermakna, dua tempat ibadah agung itu tidak hanya berhadapan tapi juga berhubungan. Memberikan pengalaman persaudaraan, ziarah, berjalan bersama menuju Allah dengan saling mengasihi, bersaudara.

Maka inilah terowongan lambang persaudaraan…lewat terowongan umat beriman berjalan, bertemu sebagai saudara, dan berjalan bersama menuju terang.

***


Jalan sejarah. Barangkali demikian. Apakah sejarah itu akan berulang atau tidak, itu sepenuhnya kekuasaan sejarah. Sejarah sendirilah yang menentukan, ke mana mereka akan pergi. Karena sejarah memiliki otoritas untuk menetukan dirinya sendiri, walau kadang ada tangan-tangan luar yang berusaha membengkokannya.

Maka ketika Paus Fransiskus bertemu Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dan para pemimpin agama yang lain, seperti mengulang sejarah peristiwa di Abu Dhabi. Di kota itu Paus Fransiskus bertemu Imam Besar Al Azhar, Cairo, Mesir, Ahmed el-Tayed. Di kota itu mereka menandatangani Document on Human Fraternity for World Peace and Common Coexistence atau Dokumen Abu Dhabi.

Beberapa tahun sebelumnya, dua tokoh besar itu bertemu di Vatikan. Bulan Mei 2016, Paus Fransiskus menerima tamu istimewa: Imam Besar Al Azhar, Ahmed el-Tayed, di Vatikan. Ke Vatikan, Imam Besar memenuhi undangan Paus. Dalam pernyataannya, Al Azhar menyatakan el-Tayed menerima undangan Paus Fransiskus untuk “mengeksplorasi upaya menyebarkan perdamaian dan hidup berdampingan”.

“Jika bukan karena hal yang baik itu, pertemuan tersebut tidak akan terjadi,” kata wakil imam, Abbas Shuman, seperti dikutip AFP.

Ini pertemuan bersejarah. “Pertemuan kami adalah pesan,” kata Paus ketika itu. Pesan pada dunia bahwa kita adalah saudara. Pesan persaudaraan yang akan berbuah perdamaian.

Ya, pesan tersebut segera tersebar ke seluruh dunia. Paus pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia bertemu dengan otoritas tertinggi Islam Sunni. Ini menandai  kulminasi perkembangan yang signifikan hubungan kedua agama Abrahamik, sejak Paus Fransiskus bertakhta, 2013. Lalu, beberapa tahun kemudian (2021), Paus Fransiskus bertemu Ayatollah Agung Ali al-Sistani, pemimpin Syiah di Najaf, Iran.

***

Sejarah sudah menuliskan, dengan diadakannya Konsili Vatikan Kedua tembok tanggul pemisah agama-agama mulai retak sedikit demi sedikit. Dan, akhirnya pecah sehingga sungai dialog bisa mengalir dan mengalir terus menuju samudera persaudaraan, berombak perdamaian.

Konsili menghasilkan deklarasi. Deklarasi Konsili Nostra Aetate tentang hubungan antara Gereja dan penganut agama lain dan Dignitatis Humanae tentang kebebasan beragama, menyajikan tema serupa dan dokumen-dokumennya terkait erat satu sama lain. Hal ini membuka jalan bagi Paus Santo Yohanes Paulus II untuk memulai pertemuan-pertemuan seperti Hari Doa Sedunia untuk Perdamaian di Assisi pada tanggal 27 Oktober 1986.

Paus Benediktus XVI, dua puluh lima tahun kemudian, melanjutkan refleksi di kota Santo Fransiskus, dialog dan doa untuk perdamaian dan keadilan, dimulai oleh Yohanes Paulus, pada Hari Doa bagi dunia, “Peziarah kebenaran, peziarah perdamaian.”

Dan, di Jakarta Paus Fransiskus meneruskan “perjalanan besar” itu…sambil kembali mengingatkan,  agar kita bisa hidup dalam kerukunan dan damai…simbol kehidupan Indonesia berciri Indonesia…semangat persahabatan, kerukunan dan perdamaian…

Bagaimana menurut Anda artikel ini
+1
0
+1
0
+1
50
+1
74
Kredensial