Ketika Rabu (31/8) pagi membaca berita, mantan pemimpin Uni Soviet, Mikhail Sergeyevich Gorbachev (91), meninggal dunia, saya teringat saat meliput pemilu pertama pasca-Uni Soviet, di Rusia, 12 Desember 1993. Pemilu digelar setelah terjadi krisis konstitusi.
Tak bisa dipungkiri, pemilu bebas itu bisa dilaksanakan atas jasa Gorbachev lewat kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi), ketika ia menjadi orang nomor satu di Uni Soviet, 1985-1991.
Gorbachev yakin bahwa glasnost sistem politik–terutama melakukan demokratisasi–adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi inertia dalam politik dan aparatur birokrasi yang ingin memertahankan status quo.
Dia juga percaya bahwa jalan menuju pemulihan ekonomi dan sosial membutuhkan keterlibatan orang dalam proses politik. Glasnost juga memberikan lebih banyak kebebasan pada media berekspresi, menyampaikan opini termasuk mengritik pemerintah.
Gagasannya itu disampaikan ketika terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (CPSU) pada 11 Maret 1985, lalu diwujudkan. Gorbachev mengatakan reformasi drastis harus dilakukan Uni Soviet, jika masih tetap ingin menjadi negara adikuasa yang mampu bersaing dengan musuh bebuyutannya, Amerika Serikat.
Kondisi Soviet, saat itu berat; ekonomi jatuh dan standar hidup rakyat terpuruk. Mereka tersandera di Afganistan (1979-1989). AS dengan Presiden Ronald Reagan, yang menyebut Uni Soviet sebagai “kerajaan setan”, mengindikasikan akan memulai “Perang Dingin Baru.”
Sebenarnya, pendahulu Gorbachev, Yuri Andropov (menjabat 1982-1984; lalu dugantikan Konstantin Chernenko, 1984-1985) sudah menyatakan tentang perlunya reformasi. Tapi, reformasi belum sempat dijalankan, Andropv sakit parah dan meninggal. Maka
Gorbachev yang memulai reformasi itu. Ia melakukan perubahan kebijakan politik, ekonomi, sosial dan luar negeri. (César Albuquerque (2019).
Meskipun para pengritiknya menyatakan, dengan melakukan kebijakan itu berarti Uni Soviet mundur dari karakter rezim sosialis. Namun, Gorbachev menegaskan, reformasi bertujuan untuk menyempurnakan sosialisme Soviet dengan menggunakan potensinya sepenuhnya.
Tetapi, reformasi yang dimaksudkan untuk menyelamatkan sistem sosialis berakibat sebaliknya: Uni Soviet ambruk (karena dilakukan secara serempak glasnost dan perestroika) serta bangkrutnya komunisme yang didahului oleh pelarangan Partai Komunis di Rusia oleh Boris Yeltsin setelah usaha kudeta pada 19-21 April 1991 terhadap Gorbachev.
Maka, akan dicatat sebagai apakah dia oleh rakyat Rusia? Akan ditulis sebagai apa oleh rakyat negara-negara bekas Uni Soviet? Akan diakui sebagai apa dan siapa oleh masyarakat dunia?
“Sang Pembebas”
Setelah bubarnya Uni Soviet (1991), Gorbachev,anak petani Desa Privolnoye, Rusia selatan, yang lahir pada 2 Maret 1931, seperti hidup di dua dunia. Di kota-kota besar dunia–Washington, New York, London, Paris, Berlin, Amsterdam, New Delhi, Oslo, dan sebagainya–ia dipuji-puji dan dicintai. Tetapi, di dalam negeri banyak orang yang tidak bisa memaafkannya. Karena gara-gara kebijakannya, Uni Soviet bubar, komunisme bangkrut.
Ini yang oleh Presiden Vladimir Putin dalam pidatonya di depan Majelis Federal Federasi Rusia (25 April 2005) disebut sebagai “bencana geopolitik terbesar abad ini” (abad 20) dan mendorong gerakan-gerakan separatis di Rusia. Putin mengulang-ulang pernyataannya, bahkan saat perang Ukraina mulai.
Runtuhnya Soviet menyebabkan Moskwa kehilangan wilayah kekuasaanya secara besar-besar; republik-republik Soviet lepas dan merdeka. Moskwa juga kehilangan pakta pertahanan dengan negara-negara satelitnya, Pakta Warsawa.
Dan, bisa dikatakan dalam tempo semalam status Moskwa sebagai adikuasa dalam dunia bipolar merosot menjadi kekuatan regional di dunia unipolar. AS pun muncul sebagai kekuatan tunggal. Tidak hanya itu saja, sekitar 25 juta etnik Rusia mendadak menyadari bahwa mereka hidup di luar tanah airnya, seperti di Ukraina.
Kata Putin, semua itu tragedi bagi bangsa Rusia. Dan, yang dituding sebagai penyebab tragedi adalah Putin. Meskipun, sebenarnya, Putin mendapatkan keuntungan dengan bubarnya Uni Soviet. Sebab, bubarnya Uni Soviet itu membawanya ke Moskwa dan akhirnya menerima estafet tongkat kepemimpinan Rusia dari Boris Yeltsin yang dibawa oleh Gorbachev.
Akan tetapi, runtuhnya Uni Soviet dan ambruknya komunisme, bisa dikatakan memberikan berkat bagi rakyat di republik-republik Soviet. Mereka merdeka; menjadi negara merdeka, berdaulat penuh. Lepas dari kuasa Moskwa. Setelah Uni Soviet runtuh, lahir 15 negara baru. Maka pantas kalau Gorbachev disebut sebagai “Sang Pembebas” oleh rakyat di 15 negara baru itu.
Perang Dingin
Memang, mundurnya Gorbachev (25 Desember 1991), membuat negara bekas Soviet, berantakan. Tetapi, keputusan itu mengakhiri konfrontasi nuklir Timur-Barat selama beberapa dekade.
Gorbachev berkeyakinan reformasi berhasil bila hubungan internasional dijadikan elemen kuncinya. Maka, semua kebijakan luar negeri dilakukan didasarkan pada dua pilar mendasar: koeksistensi damai dan perlucutan senjata nuklir.
Kata Gorbachev dunia hidup dalam bayang-bayang musuh bersama, bahaya bencana nuklir, yang penghindarannya bergantung pada kerja sama dalam skala dunia yang akan menempatkan kepentingan umat manusia di atas perbedaan politik dan ideologi.
Itu yang mendasarinya menandatangani Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (The Strategic Arms Reduction Treaty (START), dengan Presiden AS, George HW Bush pada 31 Juli 1991. Perjanjian itu membatasi jumlah Rudal Balistik Interkontinental (ICBMs) dan kepemilikan hulu ledak nuklir.
Gorbachev mengusulkan penghentian perlombaan senjata, mengganti suasana konfrontasi dengan kerja sama yang damai dan saling menguntungkan. Maka ia menandatangi perjanjian kemitraan dengan AS dan Barat yang berujung pada penyatuan kembali Jerman. Runtuhnya Uni Soviet juga menandai kebebasan negara-negara satelit Uni Soviet di Eropa Timu.
Semua langkah dan kebijakan bagi terciptanya perdamaian untuk mengakhiri Perang Dingin itu, telah dimahkotai dengan Hadiah Nobel Perdamaian 1990. Tetapi, di negerinya Gorbschev tidak diakui sebagai arsitek reformasi Uni Soviet (Rusia), melainkan arsitek kehancuran Uni Soviet, terutama oleh mereka yang mengagung-agungkan masa lalu.
Begitulah Gorbachev yang ibarat “nabi” (bukankah setiap zaman melahirkan “nabi” baru) dicerca, dimaki, dan dibenci di negerinya sendiri. Tetapi, dihormati dan dipuji di negeri orang karena pemikiran dan pendekatan damainya untuk mengakhiri Perang Dingin dan perlombaan senjata.
Maka kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Gorbachev adalah “seorang negarawan yang mengubah arah sejarah.” Tidak hanya sejarah Uni Soviet (Rusia), tetapi juga sejarah dunia. ****
- ***Artikel ini sudah diterbitkan Harian Kompas, 2 September 2022.
Se7 Gorbachev adalah sang pembebas. Saya sangat hormat. RIP.
Siap, Pak De…salam
Gorbachev sang pencerah dunia. RIP. Semoga damai di alam sana. Aamin.
Analisis Maha Guru, sangat tajam dan kritis. Horas Maha Guru IAS.
Apa kabar, Jufri….salam