Sala della Conciliazione

 

Basilika Lateran dengan deretan 12 patung para rasul (Paulus menggantikan Yudas Iskariot) berbahan marmer putih (Foto: Trias Kuncahyono)

Inilah perjalanan bersejarah kami para duta besar dari berbagai negara yang diakreditasi Takhta Suci. Banyak yang ikut. Tapi, saya tidak tahu persis berapa jumlahnya.

Yang pasti, hingga tahun 2025 ini, Takhta Suci menjalin hubungan diplomatik dengan 185 negara–termasuk dengan Indonesia dan organisasi internasional (vaticanarm.com). Sebagai gambaran, saat ini PBB beranggotakan 193 negara (ask.un.org). Tentu tidak semua duta besar hadir.

Dikatakan bersejarah karena hari itu, Jumat 10 Mei 2024, kami diundang untuk menengok “palungan” Negara Kota Vatikan. Palungan itu, dulu namanya “Sala dei Pontifici”, Aula Kepausan; yang kemudian hingga kini bernama, ”Sala della Conciliazione”, Aula Rekonsiliasi. Aula itu ada di Istana Apostolik Lateran. Di “Sala della Conciliazione”, 96 tahun lalu, sejarah Negara Kota Vatikan dimulai.

***
Ini adalah sebuah perjalanan melalui sejarah Gereja, di mana seni dan iman terjalin sedemikian rupa sehingga berhasil menularkan keajaiban, kebijaksanaan, dan keindahan kepada generasi yang berbeda. Tak pelak lagi, kompleks Istana Kepausan Lateran menjadi tempat ekspresi iman, budaya, dan keindahan.

Istana ini, memang indah. Kami melintasi sejumlah aula dan ruangan yang megah, diselimuti suasana yang melampaui waktu. Kami juga merasakan secara langsung perpaduan harmonis antara seni sakral dan kemegahan arsitektur. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan dinding yang indah, mosaik yang rumit, dan pahatan yang luar biasa. Langit-langitnya pun berhiaskan fresko yang juga indah.

Masing-masing bagian menceritakan kisah iman, ungkapan iman, dan pengabdian selama berabad-abad. Keanggunan dekorasi Renaisans dan Barok, dipadukan dengan kekhidmatan ruang sakralnya, menciptakan lingkungan tempat bertemunya keilahian dan seni. Semua itu menggambarkan betapa hebatnya orang yang memiliki inspirasi, ide, semua lukisan itu dan yang kemudian mewujudkannya.

***

Salah satu lorong di Istana Apostolik Lateran (Foto: Trias Kuncahyono)

Selama sekitar seribu tahun para paus tinggal di sini, kompleks Istana Apostolik Lateran (sejak abad keempat hingga keempat-belas). Istana ini dibangun oleh kaisar Konstantinus I pada abad keempat.

Menurut catatan sejarah (palazzolateranense.com), kompleks tanah dan bangunan yang kemudian menjadi Istana Apostolik Lateran, dulunya milik keluarga Lateran. Lalu disumbangkan oleh Konstantinus kepada Paus Miltiades I.

Di dalam kompleks itu ada basilika, yakni Basilika St. Yohanes Lateran, yang indah. Diberi nama Basilika St. Yohanes untuk menghormati St. Yohanes Pembaptis dan St. Yohanes Rasul. Basilika ini diresmikan pada 9 November 318 oleh Paus Sylvester I (bertakhta 314 – 335)

Semula basilika bernama Basilika Juru Selamat Yang Mahakudus, namun kemudian disebut Santo Yohanes Lateran. Basilika ini menjadi satu-satunya basilika yang tidak dibangun di atas makam seorang martir, namun sebagai ex voto suscepto (persembahan nazar) atas rahmat yang diterima.

Tapi, ada enam paus yang dimakamkan di basilika ini (scross.co.za): Paus Alexander III (1100/1105 – 1181), Paus Sergius IV (meninggal 1012), Paus Clement XII Corsini (1652 – 1740), Paus Martin V (1369 – 1431); Paus Innocent III (1161 – 1216); dan Paus Leo XIII (1810 – 1903).

Istana Apostolik Lateran telah lama menjadi simbol warisan abadi dan otoritas spiritual Gereja. Istana ini adalah kediaman resmi gerejawi Paus (“Patriarchium”) dan pusat Takhta Suci. Kemudian kepausan dipindah ke Avignon (dalam pengungsian), Perancis (1309-1377). Setelah itu, kembali ke Roma, tetapi tidak Istana Apostolik Lateran melainkan Istana Apostolik Vatikan, hingga kini.

Di Lateran pula pada tahun 1300, Paus Bonifacius VIII mengumumkan Tahun Yubelium Pertama. Yang juga sangat penting adalah di Lateran pula ditandatangani Perjanjian Lateran.

***

Meja di Sala della Conciliazione, tempat menandatangani Perjanjian Lateran, 11 Februari 1929.

Hari itu, Senin, 11 Februari 1929. “Hari hujan”, menurut penulis catatan harian Venerable English College, “dan hari yang luar biasa dalam sejarah Roma.” Karena, dua hari lagi Rabu Abu. Hari Selasa, 12 Februari, keesokan harinya, 12 Februari, adalah peringatan ketujuh penobatan Pius XI. Seolah-olah seluruh Roma bergegas menuju Basilika Santo Petrus, untuk merayakan kebahagiaan.

Ketika hari hujan, di istana itu, 96 tahun silam (11 Februari 1929), ditandatangani dua dokumen penting bahkan sangat penting bagi eksistensi Negara Kota Vatikan, yakni “Lateran Accord”, Kesepakatan Lateran, diratifikasi 7 Juni 1929.

Dokumen bersejarah dan sangat penting itu ditandatangani oleh para wakil Kerajaan Italia dan Takhta Suci. Kerajaan Italia yang saat itu dipimpin Raja Victor Emmanuel III, diwakili oleh PM Italia Benito Amilcare Andrea Mussolini–seorang wartawan, politisi yang dikemudian hari dikenal sebagai diktator fasis. Sementara Takhta Suci yang saat itu dipimpin Paus Pius XI diwakili Secretary of State (biasanya diartikan sebagai Perdana Menteri) Kardinal Pietro Gasparri.

Kata Roberto Regoli dari Universitas Kepausan Gregoriana (ewtnvatican.com), Kesepakatan Lateran terdiri dari tiga bagian. Pertama, perjanjian yang memberikan identitas internasional kepada Negara Kota Vatikan. Perjanjian ini menyatakan berdirinya Negara Kota Vatikan. Kota Vatikan dibentuk sebagai negara-bangsa (nation-state) yang independen terpisah dari Italia, dengan Paus sebagai kepala negaranya.

Paus mengakui negara Italia dengan Roma sebagai ibukotanya. Sebaliknya, Italia mengakui kedaulatan Paus atas Vatikan, suatu wilayah seluas 44 hektar.

Kedua, perjanjian ekonomi. Ini untuk menyelesaikan konflik antara Takhta Suci dan Italia mengenai harta-benda Takhta Suci yang hilang pada saat penyerbuan ke Vatikan tahun 1870. Dan kemudian, poin ketiga, Concordat, yaitu perjanjian bilateral hukum internasional antara Roma dan Vatikan dan Roma Quirinale – antara kedua Roma… sebuah perjanjian internasional yang berupaya mengatur dan menjalin hubungan timbal balik.

***

Dengan ditandatanganinya Perjanjian Lateran maka lahirlah Negara Kota Vatikan. Dan selesailah sudah apa yang disebut sebagai “Roman Question” yang mulai muncul sejak pasukan kerajaan Italia pimpinan Raja Viktor Emanuel II menggempur dan menguasai Roma (1870) dan menyatukan Italia lewat gerakan Risorgimento—gerakan penyatuan Italia.

“Roman Question” pada intinya adalah konflik antara kedaulatan Paus dan status Roma. Karena, ketika itu Paus menolak mengakui legitimasi kekuasaan Kerajaan Italia atas Roma. Paus memilih menyebut dirinya “tahanan di Vatikan” dan tidak terlibat dalam kegiatan di luar tembok Vatikan.

Perjanjian Lateran memberikan basis teritorial bagi Takhta Suci, yang dapat menjamin kemerdekaannya, sebagai negara berdaulat penuh. Istilah Takhta Suci dalam arti sempit, mengacu pada Takhta Petrus; Paus merupakan penerus Petrus di takhta tersebut. Secara luas, Takhta Suci mengacu pada Paus dan Sekretariat Negara dan departemen-departemen lainnya di Kuria Roma.

Takhta Suci dianggap sebagai entitas berdaulat dalam hukum internasional. Kedaulatan tidak berkaitan dengan suatu wilayah, melainkan dengan seseorang, yakni pribadi Paus. Takhta Suci adalah lembaga pemerintahan agama internasional.

Sementara, Negara Kota Vatikan adalah sebuah wilayah, tempat yang bisa dikunjungi. Keduanya secara intrinsik berhubungan. Ini yang membuat banyak orang bingung. Keduanya tidak bisa hidup tanpa satu sama lain, mereka saling melengkapi.

Jadi, walaupun Vatikan bagian dari Takhta Suci, tapi Takhta Suci tidak sama dengan Vatikan. Takhta Suci adalah pemerintahan universal Gereja Katolik yang berada di Negara Kota Vatikan. Paus Fransiskus (sekarang ini) kepala baik Negara Kota Vatikan maupun Takhta Suci.

Takhta Suci bertindak dan berbicara mewakili seluruh Gereja Katolik. Takhta Suci diakui dalam hukum internasional sebagai entitas yuridis yang berdaulat. Selain itu, Takhta Suci adalah sebuah realitas yang sudah ada sejak zaman Kristen awal. Duta Besar dari seluruh dunia secara resmi terakreditasi di Takhta Suci dan bukan di Negara Kota Vatikan, yang lahir di Istana Apostolik Lateran.

***

 

Taman di dalam kompleks istana (Foto: Trias Kuncahyono)

Setelah sekitar tiga jaman, menyusuri gang-gang dan masuk keluar aula serta kamar-kamar di Istana Apostolik Lateran, menikmati keindahannya sambil berusaha membayangkan rangkaian peristiwa masa lalu, kami keluar dengan perasaan puas. Puas karena telah mendapatkan gambaran kemegahan arsitektur dan keindahan interiornya yang mencerminkan warisan spiritual dan budaya Gereja Katolik yang mendalam, yang hingga kini masih bisa dilihat dan dinikmati.

Dan, kami puas mengunjungi tempat sangat bersejarah: tempat lahirnya Negara Kota Vatikan: ”Sala della Conciliazione” …***

Foto-foto lainnya:

Bagaimana menurut Anda artikel ini
+1
0
+1
0
+1
35
+1
24
Kredensial