SACCO DI ROMA

Garda Swiss mengucapkan sumpah setia pada Paus dan Vatikan

Mendadak ingat Bregada Wirabraja atau Prajurit Lombok Abang, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, ketika melihat barisan Garda Swiss dan korps musiknya memasuki San Damaso Courtyard, Istana Apostolik Vatikan, Senin lalu.

Korps Musik Garda Swiss, memang sekilas seperti Bregada Lombok Abang. Mereka berseragam merah-putih. Yang menarik warna sepatu berbeda: yang kiri merah dengan kaos kaki putih, yang kanan putih dipadu kaos kali merah.

Yang lain, mengenakan seragam yang mungkin paling terkenal di dunia yang disebut “Gala Uniform.” Sangat terkenal karena unik bentuk dan model serta warnanya. Yakni, paduan garis-garis antara biru, merah, dan kuning.

Dulu ada anggapan bahwa seragam seperti itu adalah karya seniman besar zaman Renaisans, Michelangelo. Tetapi, ternyata perancang seragam unik itu adalah komandan Jules Repond (1910-1921). Warna, biru, merah, dan kuning adalah warna tradisional keluarga Medici, penguasa Florence. Komandan Garda Swiss pada upacara itu mengenakan baju sirap.

Keluarga Medici itu keluarga burjois, pemilik bank, dan kemudian menguasai panggung politik di Florence (Firenze) dan Tuscany, antara 1434 – 1737. Di zaman keluarga Medici ini, hidup pelopor pemikir teori-teori politik sekularistik, Niccolo Machiavelli (1469 – 1527).

Dari keluarga Medici, “lahir” empat paus: Paus Leo X (1475 – 1521), Paus Clement VII ( 1478 – 1534), Paus Pius IV (1499 – 1565). Dari Florence pula lahir seniman besar, antara lain, Michelangelo; dan dari Florence pula bermula gerakan Renaisans.

***

Sambil mengucapkan sumpah setia, tangan kiri prajurit yang bersumpah memegangi bendera ini

Hari itu, Senin 6 Mei 2024, pukul 17.00, hari istimewa, bagi Garda Swiss. Sebanyak 34 anggota Garda Swiss baru mengucapkan sumpah setia. Sumpah setia kepada Paus.  Mengapa sumpah setia kepada Paus, apakah sudah pernah ada yang mengkhianati Paus?

Kalau mereka bersumpah setia bukan berarti, ada yang pernah tidak setia. Walaupun, saat mengucapkan sumpah tangan kirinya tidak diletakkan di atas kitab suci tetapi memegangi bendera korps militer, sementara tiga jari tangan kanan diangkat (melambangkan Tritunggal)–ibu jari, telunjuk, dan jari tengah– mereka tetap memegang teguh sumpahnya.

Dengan suara lantang, secara bergantian–ada yang menggunakan bahasa Perancis, ada yang Jerman, dan ada yang Italia–mengucapkan sumpahnya untuk setia melayani Paus Fransiskus dan penerusnya. Jika perlu, mereka akan mengorbankan nyawanya bagi Paus.

“Saya bersumpah untuk dengan setia, setia dan hormat mengabdi kepada Paus yang berkuasa dan para penerusnya yang sah, untuk mengabdikan diri saya kepada mereka dengan segenap kekuatan saya, mengorbankan, jika perlu, bahkan nyawa saya untuk membela mereka. Saya memikul tugas yang sama terhadap Dewan Kardinal selama  Tahta Apostolik kosong. Saya juga berjanji kepada Komandan dan para Pemimpin lainnya rasa hormat, kesetiaan dan ketaatan.”

***

Sumpah para anggota Garda Swiss baru, memang, selalu dilakukan tanggal 6 Mei setiap tahun dan di tempat yang sama: San Damaso Courtyard, Istana Apostolik Vatikan. San Damaso Courtyard, yang semua sisinya dibatasi bangunan, adalah tempat yang sangat istimewa bagi Garda Swiss.

Hampir 500 tahun silam, pagi hari 6 Mei 1527, sebanyak 147 dari 189 anggota Garda Swiss, termasuk komandannya, Caspar Röist, tewas di tempat itu. Mereka tewas dalam pertempuran melawan  tentara bayaran Kaisar Romawi Suci Charles V (1500 – 1558), yang berkuasa atas Spanyol, Belanda, Jerman, Austria, Napoli, Sicilia, dan Italia Utara.

Menurut cerita, Roma diserang bukan atas perintah Kaisar Charles V,  melainkan atas inisiatif pasukan kekaisaran yang marah karena tidak dibayar. Para prajurit–berjumlah 20.000 orang–yang compang-camping dan kelaparan ini, termasuk tentara bayaran Landsknecht Jerman dan infanteri Spanyol, memberontak dan menyerang Roma, di bawah komando bangsawan Prancis yang memberontak, Duke of  Bourbon yang akhirnya tewas dalam pertempuran.

Pasukan Vatikan tak berdaya menghadapi serbuan mereka. Sejumlah anggota Garda Swiss berhasil menyelamatkan Paus Clement VII, melarikan diri lewat lorong rahasia bawah tanah sepanjang 800 meter menuju benteng Castel Sant’Angelo. Tapi, 147 anggota Garda Swiss, kehilangan nyawanya.

Peristiwa itulah, Sacco di Roma,  yang setiap tanggal 6 Mei, dikenang dengan upacara pengambilan sumpah anggota baru. Tetapi, mengapa disebut “Sacco di Roma”, perampokan Roma?

Karena, serdadu bayaran yang menyerang Roma itu tidak hanya membunuh semua orang yang melawan dan dijumpainya, tetapi juga merampok rumah-rumah orang-orang kaya di Roma, menjarah istana-istana dan gereja-gereja, juga merampok Vatikan; 90 persen kekayaan seni Roma dijarah dan dihancurkan

Paus Clement VII yang berhasil lolos ke benteng  Castel Sant’Angelo, pada akhirnya ditahan di benteng itu selama enam bulan. Ia dibebaskan setelah menyerahkan sejumlah wilayah Negara Kepausan, antara lain,  kota Modena, Parma dan Piacenza, serta membayar uang pembebasan senilai  400.000 dukat.

Sementara itu,  ke-42 Garda Swiss yang menyelamatkan Paus Clement VII, dibunuh. Baru pada tahun 1548 oleh  Paus Paulus III, dibentuk Garda Swiss baru yang bertahan hingga kini.

***

 

Perjuangan sampai titik darah penghabisan Garda Swiss itulah yang dikenang. Mereka mengorbankan dirinya demi kesalamatan Paus. Ketika pasukan Jerman Nazi menyerang Roma pada PD II, Garda Swiss sudah bersiap membela Vatikan dengan seluruh isi dan penghuninya. Namun, pertempuran berdarah dan pasti akan menelan korban jiwa itu tidak terjadi karena Hitler memutuskan untuk tidak menyerang Vatikan.

Kesetiaan Garda Swiss, sudah teruji sejak dibentuk oleh Paus Yulius II, atas usul seorang uskup Swiss, Matthäus Schiner pada tahun 1505. Ide itu diwujudkan pada 22 Januari 1506 dan kini, menjadi pasukan tertua di dunia serta terkecil jumlahnya. Pada hari itu, mulailah sebanyak 150 “soldiers of fortune” Swiss, mengawal, menjaga, dan melindungi keselamatan Paus.

Matthäus Schine memilih tentara bayaran Swiss untuk melindungi Vatikan dan Paus, karena mereka dikenal sebagai tentara bayaran yang sangat baik, profesional, dan setia. Dan, itu terbukti hingga kini, lebih dari 500 tahun, belum pernah ada cerita tentang pengkhianatan Garda Swiss.

Garda Swiss  kini berjumlah 130 orang (maksimum 135 orang). Menurut UU Vatikan jumlah mereka hanya 110 orang, tapi pada 2 Oktober 2020, Paus Fransiskus memutuskan menambah jumlahnya menjadi 135 orang. Dan, kemampuan mereka pun ditingkatkan–dengan kemampuan bertempur tanpa senjata dan teknik kontra-terorisme sejak ada usaha pembunuhan terhadap Paus Santo Yohanes Paulus II oleh Ali Aqca, 13 Mei 1981 di Lapangan Santo Petrus.

***

Sumpah setia petang itu, sungguh mengesankan, mengharukan, dan tentu menjadi penyemangat pengabdian  para anggota Garda Swiss; menjadi tontonan yang amat menarik banyak orang yang hadir, juga yang ada di Lapangan Santo Petrus serta yang mengikuti siaran televisi Vatikan.

Tentu, para prajurit baru Garda Swiss itu tidak sedang berbasa-basi bersumpah setia. Walaupun dalam sumpah setianya sama sekali tidak diawali dengan mengucapkan “Demi Tuhan, saya bersumpah…” dan diakhiri mengucapkan, “Kiranya Tuhan menolong saya.”

Sejarah Garda Swiss telah mengajarkan pada mereka bahwa kesetiaan adalah nomor satu. Kesetiaan merupakan kualitas yang andal, dapat dipercaya, yang membuat seseorang dapat diandalkan dan kata-katanya teguh. Kesetiaan adalah kasih yang sanggup bertahan pada segala sesuatu, kesulitan, bahaya, dan perbedaan-perbedaan.

Dan kesetiaan mereka sudah terbukti dan teruji melampaui abad. Itulah yang menjadikan mereka dipercaya.

Maka, bagi mereka sumpah palsu atau membuat janji di bawah sumpah dengan intensi tidak akan menepatinya atau mengingkari janji adalah dosa berat melawan Allah yang selalu setia kepada janji-Nya. Mereka percaya bahwa sumpah setia adalah ungkapan kejujuran akan ketidak-berdayaannya di hadapan Tuhan.

 

Foto-foto lainnya:

Bagaimana menurut Anda artikel ini
+1
0
+1
0
+1
63
+1
28
Kredensial