Begitu melintasi jembatan Sungai Arno, kami seperti dibawa masuk ke masa lalu Kota Florence. Kisah Florence tidak bisa dipisahkan dari Sungai Arno yang berhulu di Gunung Falterona. Sungai yang membelah kota ini, mengalir dari timur ke barat sejauh 241 km menuju Marina di Pisa, Laut Liguria, bagian dari Laut Mediterania.
Sungai Arno menegaskan cerita bahwa Florence berbeda dengan kota-kota lainnya di Abad Pertengahan. Pada masa itu, kota-kota besar atau pusat kekuasaan biasanya ada di puncak-puncak bukit atau dikelilingi pegunungan sehingga sulit diserang musuh; atau menghadap laut dan memunggungi pegunungan.
Florence tidak lah demikian. Tapi, sebaliknya: berada di tepi sungai, di pedalaman wilayah Pegunugan Appenines. Karena dibelah sungai, Florence kota yang terbuka. Dari sisi keamanan, semestinya tidak aman. Namun, Florence justru aman dan berkembang karena menjadi jalur dan pusat perdagangan; menjalin hubungan dagang dengan banyak negeri.
Itulah yang menurut Rosie Lesso (2022, The Collector), salah satu penyebab utama, mengapa Renaisans lahir di Italia, negeri yang kaya dan makmur. Sepanjang abad ke-14, 15, dan ke-16, Italia terutama Florence berhasil mengembangkan perdangangan dengan Asia dan Eropa Timur.
Keluarga-keluarga pedagang kaya, di Florence, seperti keluarga Medici (yang di kemudian hari berkuasa) mendorong para seniman untuk berkarya. Mereka membiayainya. Mereka meminta para pelukis, pematung, dan juga arsitek untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan, misalnya, gereja dan membuat patung-patung indah. Mereka juga mendorong para ilmuwan dan cendekiawan berkarya. Mereka peduli pada keindahan dan kemajuan.
Hasilnya, Florence menjadi “Cradle of the Renaissance“, Palungan Renaisans; tempat lahir Renaisans. Zaman Renaisans (mulai abad ke-14 hingga ke-17) menandai lahirnya zaman baru. Di kota inilah zaman baru itu lahir.
Zaman itu dinamai Renaisans karena Renaissance berarti ‘Kelahiran Kembali’. Kelahiran era seni baru, yakni kembali ke model klasik periode Yunani dan Romawi Kuno dengan menggunakan teknik modern.
Ini adalah zaman peralihan ketika budaya abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu budaya modern. Zaman Renaisans adalah zaman peralihan dari zaman pertengahan menuju zaman modern. Maka dikatakan bahwa Renaisans merupakan titik tumpu bagi peradaban modern di Eropa.
Manusia pada zaman ini adalah manusia yang menginginkan pemikiran yang bebas tanpa dogma- dogma agama; yang rindu dengan pemikiran bebas, seperti pada zaman Yunani Kuno. Renaisans lebih dari sekadar kebangkitan peradaban yang merupakan permulaan kebangkitan dunia modern.
***
Sore itu, kami tiba di Florence dengan membawa setumpuk harapan dari Roma yang berjarak 275 km di sebelah selatan. Harapan untuk menikmati keindahan dan keelokan Florence yang disebut salah satu kota tercantik di dunia. Florence dikenal karena artistiknya, arsitekturnya, dan kekayaan budayanya.
Kami ke Florence untuk memenuhi undangan Suster Paula (seorang biarawati asal Bolivia, Amerika Selatan yang semula menekuni profesi sebagai dokter kandungan) pemimpin tertinggi para suster Kongregasi Fransiskan Puteri-puteri Elizabeth. Kongregasi yang memiliki santa pelindung, St Elizabeth (1207-1231) dari Hungaria merayakan ulang tahunnya ke-100.
Undangan Suster Paula memberikan kesempatan kepada kami ke salah satu kota paling bersejarah di Italia. Ada banyak cerita tentang Florence, salah satu kota seni terkaya di Italia (memiliki istana-istana dan gereja-gereja yang indah, serta museum-museum yang menyimpan benda-benda seni tak ternilai harganya). Firenze atau Florence adalah sebuah kota yang penuh cerita: dari seni-budaya hingga politik, dari makanan hingga arsitektur, dari ekonomi-keuangan hingga sejarah peradaban.
Kota ini banyak dibicarakan orang; banyak disebut-sebut bukan hanya para sejarawan dan ilmuwan tetapi juga para seniman. Para politisi pun, juga negarawan, menyebutkan-nyebut Florence.
Orang selalu bercerita, Florence kota yang indah. Ya, kata “florence” berarti bermekaran, berkembang, dan sejahtera. Saya masih ingat komentar sahabat saya, Bre Redana, setelah mengunjungi Florence, “Wah, Pak…Florence apik banget lho…indah. Sayang sekali kalau tidak ke sana.”
Pohon-pohon yellow poplar (juga dikenal dengan nama tulip tree atau American tulip tree, berasal dari Amerika Utara) yang daunnya menguning sebelum berguguran, berjajar di sepanjang jalan kota yang kami lihat sore itu ketika tiba di Florence, juga indah. Meskipun, kabut menyelimuti kota.
***
Sejak sekolah menengah atas, saya sudah mendengar cerita tentang kota ini dengan keluarga Medici sebagai penguasanya. Keluarga kaya-raya–semula pedagang kain sutera lalu pemilik bank–menguasai Florence lalu Tuscany, mulai tahun 1434 – 1737 (kecuali antara 1494 – 1512 dan 1527 – 1530).
Di zaman Medici ini nantinya selain lahir seniman besar–lukis dan patung serta arsitek–juga penulis-penulis dan penyair kondang serta ilmuwan politik yang hingga saat ini namanya masih bergema: Niccolo Machiavelli.
Seniman-seniman besar Florence, karyanya mendunia dan tak hilang ditelan zaman. Sebut saja empat seniman di antaranya: Leonardo da Vinci, Michelangelo, Filippo Brunelleschi, dan Raphael.
Leonardo da Vinci (1452–1519; karyanya antara lain lukisan The Last Supper, La Scapiliata, dan Monalisa), Michelangelo Buonarroti (1475–1564; karyanya antara lain, fresko di langit-langit Kapel Sistina, Vatikan, patung Pieta, dan David), Filippo Brunelleschi (1377 – 1446; salah satu tokoh penting dalam sejarah arsitektur, karyanya yang kondang adalah kopula atau kubah Gereja Santa Maria del Fiore di Florence). Raphael (1483 – 1520) arsitek dan pelukis, yang karyanya antara lain Resurrection of Christ dan Transfiguration.
Lalu ada Dante Alighieri (lebih dikenal sebagai penyair, meski dia jua filsuf dan pemikir politik dan penulis prosa). Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah La Divina Commedia (Komedi Ilahi), sebuah visi Kristiani yang mendalam tentang takdir manusia yang bersifat sementara dan kekal.
Puisi ini mengacu pada pengalaman pengasingan sang penyair dari kota asalnya Florence, tetapi puisi ini juga merupakan sebuah alegori, mengambil bentuk perjalanan melalui neraka, api penyucian (purgatory) dan surga (paradise).
Florence juga menceritakan kisah seorang biarawan Dominican yang begitu populer pada masa itu, yakni Girolamo Savonarola. Sejarah mencatat pada tahun 1495, Girolamo Savonarola menggulingkan Raja Piero Medici karena dianggap tak becus memerintah. Sekitar di zaman itulah Machiavelli muncul.
***
Tetapi, sore itu cuaca tidak begitu bersahabat. Kabut menyelimuti kota yang kaya cerita itu. Semua serba terlihat seperti di balik tirai. Merahnya kopula gereja, misalnya, yang biasanya indah dipandang mata, tidaklah demikian sore itu.
Maka, tak banyak yang kami lihat di Florence hari itu dan hari berikutnya, karena kabut lebih berkuasa dari matahari. Ditemani tiga orang suster biarawati, di tengah tetesan air hujan dan dinginnya udara, kami ke Basilika San Miniato al Monte atau St.Minias dari Gunung.
Basilika yang dibangun antara 1018 – 1207 berdiri kokoh di puncak bukit paling tinggi di Florence. Bagian depan basilika, sedang direnovasi. Dari Basilika St Minias, kami menuju ke Piazzale Michelangelo.
Piazzale, lapangan ini tak jauh dari Basilika St Minias. Karena letaknya di ketinggian, dari lapangan itu kami bisa melihat kota Florence mulai dari Forte Belvedere hingga Basilika Santa Croce yang dibangun tahun 1294.
Kami lihat pula dari ketinggian, Sungai Arno dengan jembatan Ponte Vecchio yang fotonya menjadi kartu pos atau lukisan cat air dijual di mana-mana ; Katedral Santa Maria del Fiore (Duomo; salah satu katedral terbesar di dunia: panjang 153 meter, lebar 90 meter, dan tinggi 90 meter, peletakan batu pertama, 8 September 1296 ), Palazzo Vecchio (balai kota Florence, dibangun tahun 1299).
Tampak pula, walau tak begitu jelas, Bergello atau Palazzo del Bargello atau Palazzo del Popolo (museum, yang mulai dibuka tahun 1256), dan menara lonceng Badia Fiorentina.
Piazzale Michelangelo ini istimewa. Dirancang oleh arsitek Giuseppe Poggi dan dibangun pada tahun 1869 di sebelah selatan Sungai Arno, Piazzale Michelangelo khusus dedikasikan untuk seniman besar Michelangelo.
Di tengahnya didirikan patung perunggu David (kopian patung asli karya Michelangelo) dan empat patung alegori waktu seperti di Medici Chapel of St Lorenzo. Keempat patung itu yang melambangkam “Fajar” (Dawn), “Senja” (Dusk), “Siang” (Day) dan “Malam” (Night) merupakan simbol waktu yang abadi.
Tak lama kami berada Piazzale Michelangelo … kabut dan gerimis mengusir kami dari tempat itu. Dua hari, Florence dalam pelukan kabut. Mungkin juga di hari-hari selanjutnya, karena memang musimnya.
Tapi satu hal yang saya yakini, hal-hal terbaik di dunia tidak pernah datang secara cuma-cuma, tanpa usaha. Demikian pula keindahan Florence yang mengungkap misteri Renaisans di kepada dunia. Meskipun kemarin itu, berkabut….***
Foto-foto lain:
Menarik sekali ya perjalanan di tiap2 titik kehidupan….
Jadi pengen kesini menikmati keindahan sejarah… 😊🌹😊
Dimas Dubes mampu membawa pembacanya membayangkan berada di tempat2 objek tulisannya.Terima kasih dimas, telah mengajak kami berwisata lewat tulisanmu. Sehat selalu & tetap semangat untuk menulis.
Nuwun Dab, telah diajak jalan jalan menikmati keindahan Florence . . . . deskripsinya menggugah imajinasi . . . .
Perjalanan mas Trias kali ini mengingatkan pada perjalanan terakhir kami bersama ayahanda hampir 25 tahun yang lalu. Kami menikmati keindahan kota Firenze dari piazza Michael Angelo. Juga berkesempatan melihat patung asli David yang terbuat dari marmer di Galleria Dell’ Academia, Firenze. Pahatan anatomi tubuhnya, otot tangannya yang tegang siap melempar batu, seperti manusia hidup. Sulit menggambarkannya dengan kata2. Mas Trias, salam sehat selalu ya.
Wah spt diajak piknik sekitar tokoh2 besar yg sdh kujebal nananya lama. Sy hanya ikjt minoi saja ke sana. Trimakasih sekali sdh jmenjadi penyambung mata hati.
Kisah pak Trias telah mengingatkan saya atas kunjungan tahun 2009 ke Florence, kota sejuk nan indah..memandang kejauhan dari sisi gereja sungguh menakjubkan, maturnuwun
Membaca tulisan dik Trias jadi teringat lagi yg bulan lalu jalan ke Firence dengan segala keindahan kota dan sejarahnya ….jadi pengin datang lagi ….
Matur nuwun sudah dilengkapi perbendaharaan kami
Salam ber 6 dari kami
Dimas dubes. Matur bisa ikut hanyut dengan tulisan panjenengan ttg Florence. Kota yg waktu SD sudah saya tahu termasuk seniman yg dilahirkannya… dalam impian lengin ke sana…