CASTELLAMMARE

 

Teluk Napoli dan Gunung Vesuvius (Foto: Trias Kuncahyono)

Kami berdiri di balkon biara para suster Instituto Piccole Ancelle di Cristo Re, Kongregasi Pelayan Kecil Kristus Raja, di Castellammare. Di tempat itu, selama beberapa saat, kami nikmati pemandangan indah, bahkan sangat indah, di depan kami.

Teluk Napoli yang airnya biru bersih; perahu layar yang kelihatan kecil tapi indah dengan layar putihnya; Gunung Vesuvius yang begitu gagah; di lereng dan kaki Vesuvius bertaburan hingga ke bibir pantai, bangunan-bangunan, gedung-gedung warna putih. Terlihat pula, kota tua Pompeii yang menyimpan banyak cerita, kota pelabuhan yang dikubur letusan Gunung Vesuvius tahun 79.

Belum lama, kami mengunjungi kota bersejarah Pompeii, setelah menghadiri pertemuan para suster dan romo di Pompeii. Menurut cerita, abu letusan Gunung Vesuvius juga menutupi kota Stabiae, kota pelabuhan yang terletak sekitar 6 km sebelah selatan Pompeii. Tapi, Stabaiae tidak hancur. Kota ini justru hancur dalam perang saudara pada tahun 89. Di sekitar bekas Stabiae itulah berdiri Castellammare. Maka namanya Castellammare di Stabia, 247 km sebelah selatan Roma.

Nama kota itu, Castellammare adalah gabungan dari dua kata: castellum yang berarti tempat yang diperkuat, kubu, benteng, atau kota yang diperkuat dengan benteng; dan mare yang berarti laut.

Menurut catatan sejarah, dahulu 100 meter di atas laut berdiri benteng, Castello a mare,  Benteng di atas Laut. Maka disebut Castellammare. Begitulah cerita singkatnya kota berpemandangan indah itu.

***

Biara para suster  Instituto Piccole Ancelle di Cristo Re menghadap jalan menuju ke tempat wisata yang begitu kondang, kota pantai Sorrento (19 km) dan Amalfi (31 km). Tapi dengan Amalfi, Castellammare berpunggungan. Sebab, Castellammare, juga Sorrento, menghadap Teluk Napoli; sedangkan Amalfi, kota pantai yang selalu diceritakan sangat indah itu berhalaman Teluk Salerno. Kedua teluk ini menjadi pintu masuk ke Laut Terrenia lalu ke Laut Mediterania atau Laut Tengah, laut yang semestinya menjadi jembataan antara Asia dan Eropa, Afrika dan Eropa tetapi telah menjadi kuburan para migran.

Bangunan biara berdiri pas di puncak tanjakan. Biara itu besar–memiliki 32 kamar yang disewakan untuk umum–ada kebun dengan aneka tanaman: jeruk, zaitun, dan juga sayur-sayuran serta aneka bunga seperti mawar.

“Mau minum teh atau kopi?” tanya Suster Tania, dengan sangat ramah. Suster Italia ini pernah tugas di Filipina 20 tahun dan beberapa kali mengunjungi Indonesia. Kopi dan kue-kue enak bikinan para suster menemani kami ngobrol sebelum acara dimulai.

Hari itu, kami diundang untuk mengikuti upacara kaul kekal tiga suster dari Indonesia: Juliem Nole Werang, Martha Yakoba Motu, dan Yosefina Tahan, serta seorang suster dari Ghana, yakni Suster Charlotte Tshibola Shibandayi.

Sudah lebih dari 10 kali, kami menghadiri acara kaul kekal para suster selama 15 bulan ini. Yang selalu kami ingat tiga kaul mereka: “...faccio voto di obbedienza, poverta, e castuta per tutta la vita…“, …saya berkaul untuk patuh, miskin, dan suci seumur hidup…”

Ketaatan, Kemiskinan, dan Kemurnian. Itulah tiga kaul mereka sebagai bentuk penyerahan total kepada Tuhan Yesus Kristus. Kesucian dalam kaul kemurnian, misalnya, bukan hanya dimaknai sebagai ‘tidak boleh menikah’. Seorang biarawan atau biarawati diwajibkan menghindari perzinahan dan menahan hawa nafsu menginginkan pasangan milik orang lain. Cinta mereka penuh kepada Tuhan sehingga tidak membagi kepada yang lain.

Kemiskinan bukan berarti tidak boleh memiliki apa saja; hidup dalam kekurangan. Dengan kaul kemiskinan biarawan dan biarawati diwajibkan untuk hidup secara sederhana. Mereka diminta secara sukarela melepas segala macam harta duniawi dan diajak untuk hidup seadanya.

Dengan kaul kemiskinan, mereka menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang bernilai bagi hidupnya, sedangkan yang lain dianggap tidak bernilai. Dengan ini, mereka mengembangkan sikap lepas bebas terhadap barang, fasilitas, dan bahkan orang; tidak mau terikat pada harta kekayaan termasuk orang lain.

Semangat ketaatan yang diikrarkan dan hidupi adalah menaati kehendak Tuhan sama seperti Yesus (Kons.no 44 ). Mereka mencari dan menaati kehendak Tuhan lewat Kongregasi.

Menurut Katekismus Gereja Katolik kaul adalah  janji kepada Allah yang dibuat dengan tekad bulat dan bebas mengenai sesuatu yang lebih mungkin dan baik, harus dipenuhi demi keutamaan agama. Kaul adalah suatu tindakan penyerahan diri, yang dengannya warga Kristen menyerahkan diri kepada Allah atau menjanjikan suatu perbuatan baik pada-Nya.

Dengan memenuhi kaulnya, ia mempersembahkan kepada Allah, apa yang telah ia janjikan atau ikrarkan ( KGK 541 ). Kaul merupakan anugerah dan sarana agar mereka yang terpanggil, dapat memberikan diri dengan penuh  kebebasan seperti Kristus memberikan diri-Nya kepada  Gereja dan manusia.

Maka kaul merupakan suatu perjanjian manusia kepada Allah. Perjanjian tersebut pertama-tama diprakarsai oleh Allah, yang membutuhkan tanggapan dari manusia ( Darminta, SJ ).

Berkaul berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Maka Motivasi terdalam dari hidup berkaul hanyalah karena cinta Tuhan yang lebih dahulu mencintai kita. Penghayatan akan hidup Kaul merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan diri-Nya melalui Putra-Nya Yesus Kristus, bagi keselamatan manusia. Untuk itu melalui Kaul yang kita ikrarkan menuntut kita untuk melakukan hal yang sama seperti Yesus, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sesama dan Gereja demi kemuliaan Allah dan keselamatan sesama( kons. No 28 ).

***

Mengucapkan kaul kekal

Hari itu, kami menjadi saksi para suster berkaul kekal, seperti sebelumnya di Capua, La Verna, Roma, Napoli, Parma, Remini, dan beberapa kota lainnya. Setiap kali menjadi saksi para suster mengucapkan kaul kekal, kami selalu ingat ketika menyaksikan di televisi bagaimana para pejabat mengucapkan sumpah dan janji.

Ketika dilantik, para pejabat negara, pejabat pemerintah, pegawai negeri sipil (PNS), para profesional, dan lain sebagainya, biasanya terlebih dahulu diambil sumpah atau janjinya di bawah persaksian kitab suci. Intinya adalah ikrar kesetiaan, komitmen, dan kesanggupan–atas nama Tuhan–bahwa jabatan yang dipangkunya tidak akan disia-siakan, tetapi dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, diharapkan potensi penyimpangan dan penyelewengan jabatan dapat dikontrol, bahkan ditekan, dari dalam karena ikatan sumpah yang pernah diucapkannya (antikorupsi.org).

Menurut cerita, filsuf Yunani kuno Pythagoras (570 – 490 SM) lah orang yang pertama kali menggagas dan mempraktikkan sumpah jabatan ini. Pada waktu itu dia meminta kepada seluruh calon politikus dan ilmuwan bersedia diambil sumpahnya supaya menjalankan jabatan yang disandangnya secara benar. Semangat yang dibangun di dalamnya adalah menjaga moralitas jabatan, yaitu pengabdian dan pelayanan.

***

Dari kiri: Sr Yosefina, Sr Martha, Sr Juliem, dan Sr Charlotte

Castellammare memang indah, seindah kaul kekal yang diucapkan para suster yang kemudian melantunkan lagu pujian, yang juga sangat indah:

l’anima mia magnifica il Signore
e il mio spirito esulta in Dio, mio Salvatore
Jiwaku memuliakan Tuhan
dan hatiku bersukacita karena Allah, Juruselamatku….

Foto-foto lain:

Bagaimana menurut Anda artikel ini
+1
0
+1
0
+1
26
+1
41
Kredensial