Ada yang masih kami ingat dan rasakan setelah diundang menghadiri acara perpisahan dengan Romo Victorius Dwiardy OFMCap, beberapa hari silam. Sebenarnya, acara itu biasa saja sebagaimana acara perpisahan.
Kami berkumpul untuk melepas
Romo Victorius yang dipilih menjadi Uskup Banjarmasin. Kami ngobrol-ngobrol, makan-makan (kecil dan besar), minum-minum, tertawa-tawa, dan foto-foto.
Begitu saja! Tetapi, yang hingga saat ini tak hilang dari ingatan adalah ketika kami diajak masuk ke ruang tempat penyimpanan relikui.
Relikui berasal dari bahasa Latin reliquiae, artinya: peninggalan. Relikui orang kudus adalah suatu material peninggalan dari orang kudus yang sudah wafat, baik berupa bagian tubuh, maupun benda-benda yang pernah bersentuhan dengan mereka (“Reliquiae”, Kredensial 14 Oktober 2023).
Dengan menghormati relikui para kudus, diharapkan umat beriman dapat terdorong untuk berjuang dalam kekudusan meniru teladan mereka.
***
Kapel tempat penyimpanan banyak relikui itu suasananya aman, damai, nyaman, tentram, sepi, bahkan sejuk terasa sekali. Tapi harus kami akui begitu masuk ke kapel itu kulit langsung merinding. Nyala lilin yang berkerlip-kerlip menambah suasana magis di ruang itu.
Memang, merinding sering dikaitkan dengan hal mistis, seperti bertemu dengan hantu atau mengalami pengalaman horor. Tapi, kami yakin di ruangan itu tidak ada hantu. Yang ada adalah peninggalan para kudus. Bahwa ada suasana magis, kami rasa ya.
Meminjam istilah Rudolf Otto, teolog asal Jerman, barangkali inilah yang disebut sebagai pengalaman “numinous“. Kata “numinous” diambil kata dalam bahasa Latin yakni “numen” yang berarti “sabda ilahi, kekuasaan ilahi, pengaruh ilahi, keagungan ilahi, dan ada yang mengartikan sebagai spirit atau semangat.
Jadi ini adalah sebuah pengalaman yang berdimensi spiritual. Ini sebuah pengalaman yang benar-benar tak terlukiskan.
Sebenarnya keterangan Otto itu untuk menjelaskan perjumpannya dengan “Yang Transenden.” Yang Transenden itu tampak sebagai suatu “a mysterium tremendum et fascinans.”
Yakni, misteri yang bagi manusia sekaligus “menggetarkan dan menarik”; sebagai sosok yang membangkitkan rasa kagum, dan yang pengasih dan penuh kasih sayang; yang menolak sekaligus menarik.
Dengan kata lain, “Yang Kudus” itu di dalamnya muncul aspek numinus yang menakutkan dan membebani. Tapi sekaligus membuat manusia tertarik pada kemuliaan, keindahan, kualitas yang menawan, serta kekuatan transendensi yang membawa berkat, penebusan, dan keselamatan (brittanics.com).
***
Pengalaman masuk ke kapel tempat bersemayamnya relekui itu, sampai pada suatu kesimpulan kecil: para pemimpin pun–pemimpin dalam segala bidang, tidak hanya pemerintahan– idealnya harus pula memilili sifat “tremendum et fascinosum.”
Kata Romo Magnis Suseno, politik itu juga “menggentarkan sekaligus menarik.” Demikian pula pemimpin. Ia semestinya menggentarkan hati, membuat takut, memberikan perbawa (daya yang terpancar dari sifat luhur; keluhuran), tetapi sekaligus memesona, menawan, “merak ati”, menarik hati sehingga mereka yang dipimpin sekaligus mencintainya, mengaguminya, menghormatinya, dan ingin selalu didekatnya.
Kata Rhenald Kasali, saat ngobrol bersama dengan puluhan para biarawan-biarawati di KBRI Vatikan, hal itu terjadi bila pemimpin itu berkarakter. Artinya memiliki Integrity, responsibility, forgiveness, dan compassion.
Maka benar kata Martin Luther King Jr, “Darkness cannot drive out darkness; only light can do that. Hate cannot drive out hate, only love can do that.”
Dan, hanya pemimpin yang “tremendum et fascinosum”, yang berkarakter saja yang akan mampu membawa kelompok, organisasi, atau negara mencapai dan mewujudkan cita-cita yang digariskan sejak awal. Karena ia bukanlah kegelapan, tapi terang bagi banyak orang, bagi bangsa dan negaranya.
Itu seperti kapel tempat penyemayaman banyak relikui, menggetarkan sekaligus menarik, dan menenteramkan. ***
Foto-foto lain:
Jika tempat persemayaman rekuil itu menggetarkan, menarik dan menenteramkan, maka politik mungkin malah menakutkan Seperti pertarungan Hamas Palestina x Israel. Atau pemilu di Indonesia mendatang yang penuh kecemasan sebagaimana disuarakan oleh sejumlah cendikiawan.
Perlu pemimpin yang punya integritas, melayani, mencintai dan dicintai rakyat, perilakunya elok, ethis, dan tidak suka membodohi atau membohongi rakyat….
PR untuk peminpin Indonesia ke depan ….
Tulisan sing apik mas. Menggambatkan dua situasi yg berbeda namun dapat disepadankan. Situasi magis selalu muncul pada saat yg tak terduga. Begitipun seorang pemimpin. Selalu muncul pada saat yg tepat utk me gayomi. Kehadirannya menggetarkan jiwa. Semoga itu yg akan terjadi. Aamin
Subhanalloh
Matur nuwun Pak Dubes pencerahanipun.
Salam sehat. Salam hangat buat keluarga.
BD
Sangat menyegarkan dan semakin sadart apa arti manusia. Tks pencerahan Romo Ias. Pasti bermanfaat, terutama bagi saya yg miskin ilmu. Sukses selalu pak Dubes.
Dear Pak Dubes Trias, sungguh lucky bisa masuk kapel yg termasuk paling tertutup di Vatikan, krn kapel yg menyimpan benda2 koleksi para pemimpin kudus memang tdk banyak, yg lbh terbuka mungkin kapel Sistina yg kadang dipilih Sri Paus untk menerima audiensi tokoh2 yg sifatnya lbh informal, akrab dan hangat.. Terlepas dari cerita ttg kapel, sy ingin mengapresiasi cara Pak Dubes Trias memilih angel untk masuk ke pesan yg ingin disampaikannya: ttg seorang pemimpin. Bravo Pak Dubes. As always… Grazie mile 🙏👍
Apakah bisa ditelusur pangkalnya dari mana ya… Apakah yang kita rasakan ternyata juga dirasakan orang lain? Pada saat lain apa kesan yang sama juga dirasakan? Marahi kepengin..
Seperti kapel, pemimpin juga harusnya menggetarkan, menarik, dan menentramkan. Terima kasih, Yang Mulia Pak Dubes. Sehat slalu.